Redaksi

Ekonomi Membaik, Bagaimana Agar Tidak Miskin?

Jum'at, 03/06/2022 | 20:51 WIB | OPINI
Reporter: Tim Getar Merdeka | Red IT: Firman Wage Prasetyo
Foto ilustrasi: iStock Getty Images ©2022 GetarMerdeka.com
Jakarta, GetarMerdeka.com — Banyak dari generasi milenial yang mengalami peristiwa awal bulan duit habis. Perilaku konsumtif dan banyak tagihan menjadi masalah umum generasi ini. Faktor penyebabnya sangat banyak, misalnya kemudahan dalam pembayaran dengan aplikasi Pay Later. Tak jarang yang merasa uangnya cepat habis. Bahkan tak jarang yang lupa ke mana uang tersebut dibelanjakan.
Pada zaman sekarang konsumen dimanjakan dengan banyaknya pilihan produk yang beragam. Konsumen disuguhkan variasi produk dari harga termurah sampai harga selangit. Peristiwa tersebut memicu perilaku konsumtif bagi kebanyakan orang. Masalahnya, kebanyakan orang belum mengetahui cara mengelola keuangan dengan baik dan benar. Akibatnya mereka tidak bisa memilik banyak tabungan pada masa pensiun.
Tidak jarang orang yang sudah usia lanjut masih bekerja, bukan karena passion tetapi karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan primer. Menurut pandangan ekonomi, kondisi tersebut kurang baik. Masalah ekonomi tersebut memicu tingkat kemiskinan di suatu negara. Jika masalah ekonomi tidak segera diselesaikan, maka sulit untuk mencapai kesejahteraan pada generasi berikutnya.
Buruknya pengetahuan tentang manajemen keuangan pribadi membuat seseorang sulit kaya. Bahkan banyak orang yang masih keliru mendefinisikan arti dari kaya itu sendiri. Robert T Kiyokasi memiliki definisi kaya menurut dia sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Rich Dad Poor Dad dipaparkan definisi kekayaan. Kaya merupakan seberapa lama seseorang dapat bertahan hidup tanpa bekerja. Kebutuhan dasar seperti makanan dan minuman harus terpenuhi walau tidak bekerja.
Misalkan saja seseorang bergaji Rp 20 juta per bulan dengan tabungan Rp 50 juta akan lebih miskin dibandingkan orang dengan gaji Rp 10 juta per bulan dengan tabungan Rp 100 juta. Saat mereka sama-sama tidak bekerja, orang dengan gaji Rp 10 juta akan bertahan lebih lama. Tabungan tersebut dinamakan dana darurat. Sesuai fungsinya untuk memenuhi kebutuhan pokok pada saat tidak bisa menghasilkan uang. Selain itu, dana darurat tersebut juga bisa diinvestasikan untuk meningkatkan nilainya.
Lalu berapa sih dana darurat yang harus ada dalam tabungan atau rekening bank? Setidaknya minimal seseorang memiliki dana darurat untuk 6 bulan. Sehingga saat tidak bisa bekerja masih ada waktu untuk menyusun strategi baru. Semakin banyak tabungan, semakin kecil risiko kehabisan uang saat tidak bisa bekerja.
Menurut Robert T. Kiyosaki, kaya bukanlah soal materi tapi berapa banyak tabungan mereka. Bukan mobil mewah, rumah mewah, make up mahal, dan segalanya yang mewah. Hal itu bukan parameter untuk menilai seseorang kaya atau miskin.
Kekayaan yang dimaksud adalah suatu aset yang terus bertumbuh. Berbeda dengan smartphone mahal yang akan terus berkurang nilainya. Namun jika smartphone mahal tersebut bisa menghasilkan aset yang lebih banyak, maka bisa dikategorikan sebagai aset produktif --tidak masalah memilikinya.
Masalah lainnya, banyak orang yang sukar menabung uang mereka karena berbagai alasan. Sulitnya membangun kerajaan kekayaan ternyata bukan tanpa penyebab. Tidak lain dan tidak salah disebabkan oleh mindset seseorang dalam mengelola uangnya. Dalam hal ini ada dua mindset atau pola pikir.
Pola Pikir Kaya
Yang pertama ini merupakan pola pikir terbaik untuk membangun kekayaan. Orang dalam kategori ini berpikir bagaimana cara terus menumbuhkan aset mereka. Barang mewah harga selangit bukan target produk orang dalam pola pikir ini. Orang dalam pola pikir ini lebih memilih membeli produk berdasarkan kebutuhan. Biasanya lebih mementingkan kualitas produk daripada fitur berlebih namun tidak terlalu berguna. Namun, bukan berarti membeli barang murahan dengan kualitas buruk.
Pola Pikir Miskin
Orang dalam kategori ini biasanya suka menghamburkan uang untuk kesenangan semata. Mereka tidak terlalu peduli dengan biaya masa depan anak, warisan, dana darurat, dan lain-lain. Padahal membangun kekayaan wajib hukumnya untuk menyejahterakan keluarganya hingga beberapa generasi. Pola pikir ini sering membelanjakan separuh bahkan seluruh uangnya untuk kesenangan.
Orang dalam kategori ini biasanya sedikit memiliki aset. Beberapa aset yang dimiliki merupakan aset non-productive. Asetnya cenderung menurun nilainya, sehingga semakin lama semakin miskin. Contohnya, mereka suka berutang untuk membeli aset yang nilainya terus terdepresiasi. Membeli sesuatu di bawah kemampuan mereka, bahkan tidak berpikir jika suatu saat bencana ekonomi menghantam mereka.
Bukan soal kaya atau miskin, namun soal pola pikir. Orang miskin dengan pola pikir kaya, maka cepat atau lambat kemungkinan akan kaya. Mungkin saja tidak dalam satu generasi, namun dilanjutkan generasi berikutnya. Orang kaya dengan pola pikir miskin lama kelamaan akan jatuh miskin.
Status sosial digolongkan dalam tiga tingkatan. Mulai dari kategori orang miskin, menengah, dan kategori orang kaya. Kaya bukan hanya aset produktif yang dimiliki, namun berapa lama seseorang dapat mempertahankan kekayaannya. Masing-masing kategori memiliki cara yang berbeda dalam mengelola cash flow mereka.
Cash flow dalam bahasa Indonesia berarti "aliran uang tunai" yang mengalir ke tempat lain. Bisa mengalir ke properti, saham, atau smartphone mewah. Aliran uang yang salah bisa menyebabkan "orang miskin makin miskin dan orang kaya makin kaya". Berikut ini aliran uang masing-masing kategori.
Orang Miskin
Aliran uang tunai seseorang dalam kategori ini sangat singkat. Umumnya mereka bekerja keras untuk mendapatkan uang. Namun setelah itu tidak lama uang itu akan habis. Contohnya untuk membayar cicilan motor, smartphone baru, berfoya-foya, dan lain-lain. Terkadang kondisinya tambah parah dengan kecilnya penghasilan. Mereka sangat rentan untuk tambah miskin. Misalnya saja terkena PHK dan tidak bisa bayar cicilan motor, terpaksa mereka menjualnya dengan rugi.
Orang Menengah
Hampir mirip dengan orang miskin, orang menengah memiliki perilaku orang miskin dan orang kaya. Biasanya mereka seseorang bergaji tinggi dan mampu untuk membeli apa yang diinginkannya. Orang dalam kategori ini merasa nyaman dengan gaji yang tinggi.
Alih-alih menyisihkan uang, mereka cenderung menyisakan uang. Semakin meningkat penghasilan mereka, semakin meningkat pula gaya hidupnya. Misalnya saja memiliki utang bank yang besar angkanya, atau memiliki barang mahal dan cenderung konsumtif. Investasi yang dimiliki biasanya lebih sedikit jumlahnya dari pada orang kaya yang sesungguhnya. Kategori ini banyak dijumpai di kota-kota besar.
Orang Kaya
Kategori ini biasanya memiliki banyak aset produktif yang bertambah nilainya. Mereka suka memiliki aset yang menghasilkan nilai tambah pada kekayaan mereka. Gaya hidup mereka meningkat lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan penghasilan. Mereka adalah sekelompok orang yang masih mempertahankan nasihat "hidup sederhana" dari nenek moyangnya.
Orang dalam kategori ini biasanya memiliki pola pikir untuk mencapai "kebebasan keuangan". Kondisi ketika seseorang tidak perlu bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka bisa membeli makanan, pakaian, rumah sederhana tanpa bekerja. Tentu jalan ini tidak bisa ditempuh dalam semalam, perlu proses yang panjang.
Seseorang dalam kategori ini biasanya suka berinvestasi. Misalnya tanah, saham, surat utang, REITs atau DIRE, start-up, perusahaan tertutup, ETF, dan lain-lain. Mereka menunggu hingga aset tersebut bertumbuh dan menghasilkan passive income untuk mereka. Menurut buku Cash Flow Quadrant, seseorang bisa menempuhnya dengan empat kuadran, yang dinamakan kuadran ESBI --Employee, Self employee, Business, dan Investor.
Seseorang memiliki kesempatan kaya dari keempat kuadran tersebut. Employee yaitu karyawan yang bekerja di sebuah perusahaan. Self employee yaitu pekerja mandiri. Business yaitu seseorang yang mendirikan bisnis. Dan Investor sebagai penyetor modal kecil atau besar. Bahkan ada juga orang yang bekerja di semua kuadran dan mampu mengontrolnya. Ingat pesan ini, "Jangan bergantung pada satu penghasilan, jika yang satu itu lenyap maka lenyaplah seluruhnya!"
Namun apakah ada kesempatan bangkit jika penghasilan satu-satunya lenyap? Tentu bisa kalau sudah memiliki dana darurat yang cukup. Dalam laman Youtube Andika Sutoro Putra, penulis buku Anak Muda Miliarder Saham, dia mengungkapkan cara aman membeli sesuatu adalah 1:10 X uang yang dimiliki. Misalnya membeli smartphone seharga satu juta, maka setidaknya ada sepuluh juta di tabungan. Dengan cara ini kemungkinan jatuh miskin jauh lebih sulit.
Contoh studi kasus warga Tuban yang pernah viral karena pembebasan lahan. Pemerintah membeli lahan mereka dengan nilai yang fantastis!. Beberapa warga mengaku mendapat uang miliaran rupiah dari pembebasan lahan. Namun sayangnya beberapa orang belum mengerti cara mengelola keuangan dengan benar. Akhirnya uang yang diperoleh lenyap kurang lebih dalam setahun. Mereka tidak membeli aset produktif yang meningkat nilainya. Alih-alih membeli aset produktif, mereka memilih aset yang terus menurun nilainya, seperti mobil misalnya.
Menjadi kaya bukanlah pekerjaan yang instan. Tujuan kaya untuk mandiri keuangan secara pelan. Bukan soal banyak uang, tetapi bagaimana mempertahankan kekayaan untuk kesejahteraan. Dengan maksud agar generasi penerus bisa lebih mapan. Semua rintangan pasti akan bermunculan. Tetapi bisa diatasi dengan konsistensi dan kesabaran. Tidak perlu ragu untuk menjadi kaya, asalkan memahami apa tujuan kekayaan tersebut --apakah untuk kebaikan dan kesejahteraan atau hanya pamer semata. (Sumber: detikcom)
Reporter: Mahendra Wijaya - detikNews
[gmc/dtc/mmu]
□BAGIKAN