Reporter: Novi Christiastuti Red IT: Firman Wage Prasetyo
Getty Images ©2020 GetarMerdeka.com - Dubes AS untuk PBB Kelly Craft menyebut resolusi itu tidak menyerukan pemulangan militan asing ISIS dan keluarganya (Mike Segar/Pool via AP)
New York, GetarMerdeka.com - Amerika Serikat (AS) memveto resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) soal aktivitas antiterorisme yang disponsori oleh Indonesia. Resolusi itu menyerukan penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi semua pihak yang terlibat dalam aktivitas terorisme.
Dalam penjelasannya, seperti dilansir Associated Press, Selasa (1/9/2020), AS menyebut resolusi itu tidak menyerukan pemulangan militan asing kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan keluarganya dari wilayah Suriah dan Irak yang kini menampung mereka di kamp-kamp penampungan. Menurut AS, pemulangan militan asing ke negara asal mereka merupakan 'langkah awal yang krusial'.
Duta Besar AS untuk PBB, Kelly Craft, mencetuskan bahwa resolusi itu 'seharusnya dirancang untuk memperkuat tindakan internasional terhadap kontra-terorisme.' Craft menyebut bahwa resolusi itu 'lebih buruk daripada tidak ada resolusi sama sekali'.
Baca juga:PBB Tolak Resolusi yang Diajukan AS untuk Perpanjang Embargo Senjata Iran
Karena pandemi virus Corona (COVID-19) masih merajalela, sebanyak 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB melakukan voting via email. Hasilnya menunjukkan 14 negara mendukung resolusi itu dan hanya AS yang satu-satunya menolak. Hasil voting diumumkan oleh Presiden Dewan Keamanan PBB saat ini, Duta Besar Indonesia untuk PBB, Dian Triansyah Djani.
Dalam pernyataannya menjelaskan kenapa AS menjatuhkan veto, Craft menekankan bahwa pemulangan dan pertanggungjawaban atas tindak kejahatan yang dilakukan militan ISIS dan keluarga mereka sangat penting agar mereka 'tidak menjadi inti dari ISIS 2.0'.
"Tidak dapat dipahami bahwa anggota lain dari dewan ini merasa puas dengan sebuah resolusi yang mengabaikan dampak keamanan dari meninggalkan teroris asing untuk merencanakan pelarian mereka dari fasilitas penahanan terbatas dan meninggalkan keluarga mereka untuk menderita di kamp tanpa bantuan, peluang atau harapan," jelas Craft.
Pekan lalu, Craft mengatakan bahwa pemerintahan Presiden AS Donald Trump kecewa karena upaya Indonesia untuk menyusun 'sebuah resolusi yang berarti ... terhalang oleh penolakan anggota dewan untuk memasukkan repatriasi'.
Dia merujuk pada negara Eropa Barat, khususnya Inggris dan Prancis, yang menolak untuk menerima kembali militan ISIS dan keluarganya, kecuali dalam kasus anak yatim piatu. Inggris bahkan sebelumnya menegaskan bahwa mereka yang ditahan di Suriah dan Irak harus diadili di sana, bukannya di Inggris.
Ditegaskan Craft bahwa AS memulangkan warganya yang menjadi militan ISIS dan mengadilinya jika memungkinkan. Dia mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pence, bahwa: "Kami ingin setiap negara menerima kembali warganya. Itu langkah pertama. Mereka harus melakukannya."
Dubes Djani menyampaikan penyesalannya bahwa resolusi itu tidak bisa diadopsi. Dia menyebut resolusi itu menangani masalah-masalah penting terkait penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi terduga teroris.
"Ini memberikan sinyal bahwa dewan tidak bersatu dalam perang melawan terorisme, dan tentu saja saya menyesali hal ini terjadi," ucapnya.
Baca juga:RI Abstain atas Resolusi PBB tentang Embargo Senjata Iran
Resolusi yang disponsori Indonesia itu memang mendukung pemulangan anak-anak militan ISIS, namun tidak mendukung pemulangan militan ISIS dan keluarganya ke negara masing-masing. Resolusi ini juga mendorong semua negara untuk bekerja sama mengatasi ancaman dari 'pejuang teroris asing' atau FTF.
"Termasuk dengan mengadili mereka, mencegah radikalisasi terorisme dan rekrutmen FTF serta anggota keluarga yang mendampinginya, khususnya anak-anak, termasuk dengan memfasilitasi pemulangan anak-anak ke negara asal mereka, sebagaimana mestinya dan berdasarkan kasus per kasus," demikian bunyi penggalan resolusi yang ditolak AS tersebut. (Sumber: detikcom)
[gmc/dtc/nvc/ita]