Red IT: Firman Wage Prasetyo
Getty Images ©2020 GetarMerdeka.com - Ketua Komisi Informasi Provinsi NTB, Hendriadi (PRCC Biro Humas NTB)
Mataram, GetarMerdeka.com - Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB secara rutin mengumumkan informasi serta merta terkait Covid-19 di daerah ini.
Sejauh ini data yang diumumkan masih merahasiakan nama-nama, alamat lengkap dan data pribadi lainnya. Namun sejumlah pihak meminta agar data penderita Covid-19 dimuat dengan jelas, mulai dari nama lengkap serta alamatnya.
Alasannya, membuka data pasien positif covid-19 akan membantu mempermudah upaya pelacakan terhadap orang lain yang pernah kontak dengan pasien ini. Selain itu, bagi orang lain yang pernah kontak dengan pasien dapat melaporkan diri dan mengambil Tindakan preventif lainnya.
Ketua Komisi Informasi Provinsi NTB Hendriadi, SE, ME mengatakan, meskipun sejumlah pihak menginginkan agar dibuka informasi yang jelas terkait penderita Covid ini, namun Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB tidak ingin membuka nama, alamat lengkap dan data lain berkaitan dengan kondisi kesehatan pribadi pasien positif Covid-19. Gugus Tugas beralasan, sesuai ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan,data pribadi pasien adalah rahasia dan oleh karenanya harus dilindungi.
Demikian halnya UU KIP Pasal 17 huruf h angka 2 mengenai riwayat, kondisi perawatan, pengobatan fisik dan psikis seseorang harus dikecualikan.
Ia mengatakan, membuka atau menutup data pribadi pasien positif Covid-19, baru sebagian kecil dari informasi terkait Covid-19 yang diumumkan secara serta merta.
Pasal 12 ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik menyatakan bahwa informasi yang wajib diumumkan secara serta merta adalah informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Salah satu diantaranya adalah informasi tentang epidemik dan wabah.
“Persoalannya sekarang,sebaran Covid-19 sudah di level pandemik. Terjadi di hampir seluruh negara di dunia.
Pada kondisi demikian, KIP RI melihat belum ada pengaturan secara spesifik mengenai pelayanan informasi dan jenis informasi publik terkait situasi pandemik yang harus diketahui publik.
Komisi Informasi Penyiaran (KIP) RI kemudian mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2020 yang salah satunya memberi panduan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19,” terang Hendriadi, Jumat (24/04/2020)
SE ini menekankan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik terkait Covid-19 adalah (a) jenis penyakit, persebaran, sumber penyakit dan pencegahannya.(b) persebaran Covid-19 yang meliputi area persebaran untuk satuan terkecil hingga tingkat dusun/lingkungan dan upaya mitigasi penyebaran serta penanganan Covid-19. (c) informasi layanan kesehatan, (d) informasi penanganan jenazah dan lokasi khusus pemakaman bagi pasien positif Covid-19, (e) informasi akses, biaya, dan jaminan kesehatan terkait pemeriksaan dan perawatan pasien Covid-19 dan (f) rencana kebijakan dalam penanganan Covid-19.
Ia melanjutkan, dari sekian banyak jenis informasi tersebut, informasi terkait data pribadi pasien positif Covid-19 paling banyak disoal.
Sebagian berpandangan bahwa informasi ini harus dibuka;
Alasannya, jika nama dan alamat lengkapnya dibuka, ini akan sangat membantu upaya memutus mata rantai penularan Covid-19.
Dalam kontek pemenuhan hak publik atas informasi kata Hendriadi , mungkin ini suatu terobosan yang baik. Lagi pula dalam pasal 57 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi seorang pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal: a. perintah undang-undang; b. perintah pengadilan; c. izin yang bersangkutan; d. kepentingan masyarakat; atau e. kepentingan orang tersebut.
“Dengan kata lain ketentuan mengenai kerahasian kondisi kesehatan pribadi seseorang ini tidak berlaku absolut,” jelasnya.
Namun demikian, badan publik atau pihak yang berwenang untuk itu, perlu melakukan kajian mendalam melalui proses uji konsekuensi.
Dengan alasan, meskipun UU KIP menyatakan data pribadi adalah informasi yang dikecualikan, namun pengecualian tersebut tidak bersifat absolut. Kedua, undang-undang lain berkaitan dengan data pribadi ini tidak secara tegas menyatakan bahwa data pribadi adalah rahasia.
“Jika ditemukan alasan dan dasar yang kuat bahwa menutup informasi pasien Covid-19 dapat melindungi kepentingan publik yang lebih besar maka sebaiknya informasi tersebut dirahasiakan,” terangnnya.
Apapun kebijakan yang sudah dilakukan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB kata Hendriadi patut diberikan apresiasi.
Ia meyakini kebijakan yang dijalankan terkait data pasien Covid-19 ini sudah tepat.
“Dengan hanya mengumumkan inisial nama, sebab musabab terpapar,dan tidak mengumumkan detail rahasia pasien covid-19, saya kira sudah cukup fair bagi publik. Dengan kata lain, pengungkapan informasi telah dilakukan secara ketat dan terbatas demi menghindari konsekuensi negatif yang mungkin timbul,” tambahnya.
Masyarakat bisa belajar dari kasus bocornya data pasien Covid-19, muncul konsekuensi negatif berupa pengucilan warga yang baru masuk kategori ODP, pengusiran terhadap tenaga medis yang positif Covid-19 dari tempat tinggalnya, sampai penolakan pemakaman jenazah pasien yang meninggal akibat positif Covid-19.
“Semoga hal ini tidak terjadi di NTB. Mari membantu kerja Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTB" imbuhnya. (*)
[gmc/ro1/inf/hms]