Minggu, 07/07/2019 | 14:22 WIB
Reporter: Ranti Hinayah | Red IT: Firman Wage Prasetyo
Getty Images ©2019 GetarMerdeka.com - (Dok. Istimewa)
Sumbawa Besar (NTB), GetarMerdeka.com - Sering kali kita mendengar bahwa upacara pernikahan adat Sumbawa menghabiskan pundi-pundi rupiah yang sangat fantastis. Sesungguhnya itu adalah keputusan dari kedua belah pihak keluarga calon mempelai laki-laki dan perempuan yang telah disepakati ketika proses tama bakatoan hingga basaputes leng. Dalam istilah Sumbawa tama bakatoan merupakan tahap melamar dimana pihak laki-laki datang menemui pihak perempuan. Sedangkan istilah saputes leng berarti biaya dan barang-barang yang harus dipenuhi pihak laki-laki untuk keperluan hajatan pernikahan sampai dengan menentukan hari baik untuk akad nikah.
Setelah peroses tersebut, barulah kegiatan nyorong dilakukan. Nyorong atau nyerah merupakan kegiatan sorong serah yang dilakukan pihak laki-laki dengan rombongan keluarganya untuk membawa hantaran ke pihak perempuan berupa barang-barang yang telah disepakati pada saat saputes leng. Biasanya barang-barang yang di antar itu berupa bahan-bahan makanan pokok, bahan pembuat kue, ternak (sapi, kambing, ayam dll), pakaian, lemari, serta tempat tidur hingga terkadang dari pihak calon pengantin laki-laki sudah menyiapkan sebuah rumah dengan perlegkapannya untuk mereka hidup berumah tangga kelak..
Kegiatan nyorong diiringi dengan ratib rabana ode dan bagenang. Sesampai dirumah calon pengantin perempuan, rombongan nyorong disambut dengan acara rabalas lawas (membalas pantun) sehingga membuat suasana penuh keakraban. Kemudian setelah itu dilanjutkan dengan menyerahkan barang-barang bawaan kepada pihak keluarga calon pengantin perempuan. Nyorong bertujuan selain meringankan beban keluarga pihak pengantin perempuan dalam menghadapi upacara tokal basai (resepsi pernikahan), juga sebagai acara silaturrahmi antara kedua belah pihak keluarga pengantin.
Pada umumnya suatu adat memiliki kekurangan dan kelebihan, bagi penganut adat tersebut mungkin bagi mereka adat yang dimilikinya sudah sempurna, namun bila dipandang dari kacamata syariat islam ada beberapa hal dari adat tersebut yang menyimpang dari aturan syariat islam yang diajarkan oleh baginda nabi besar Muhammad SAW selaku Rasullullah dan Rasul kita semua, salah satunya adalah pelaksanaan adat “nyorong”, kenapa melenceng dari syariat islam?,
karena sudah jelas bertolak belakang dengan syariat islam itu sendiri. Seperti yang kita ketahui islam mengajarkan kita jangan terlalu berlebih-lebihan dalam memberikan sesuatu apabila hendak ingin menikah, sesuai dengan hadis nabi yang menyatakan: Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,” Nikah yang paling besar barakahnya itu adalah yang murah maharnya”(HR Ahmad 6:145)
Namun sebaliknya pada ritual nyorong disumbawa mempelai laki-laki memberikan seserahannya kepada mempelai perempuan itu berupa sesuatu yang bisa dikatakan berlebihan, antara lain: pakaian, kasur, bantal, buah-buahan dll. Disamping itu juga sewaktu kegiatan pelaksanaan nyorong, disanalah kita melihat para keluarga mempelai laki-laki begitu banyak menggunakan perhiasan seperti emas, perak, mutiara. Dan ada juga sebagian keluarga mempelai perempuan rela meminjam kalung emas dan pakaian yang bagus kepada kerabat mereka demi menunjang penampilannya pada waktu acara nyorong tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar adat pernikahan di sumbawa sudah sesuai dengan syariat islam setelah ada perbaikan adat dari waktu ke waktu, namun hanya ada satu yang masih di nilai berlebih-lebihan atau menghamburkan harta yaitu adat nyorong.
Motif berbusana ala Samawa saat acara perkawinan (Dok. Istimewa /Srinani Hidayati)
Prosesi Adat Perkawinan Budaya Samawa
Setiap daerah memiliki cara atau adat tersendiri dalam melakukan prosesi sebelum atau sesudah melangsungkan sebuah pernikahan. ada banyak cara yang dilakukan sebelum melangsungkan sebuah pernikahan. Adat atau cara yang dilakukan memiliki nilai tersendiri agar pernikahan yang dilakukan akan langgeng dan pengantin menjadi keluarga yang bahagia, sakinah, mawaddah dan warohmah.
Khususnya dalam masyarakat sumbawa, ada berbagai macam cara atau adat yang dilakukan terlebih dahulu sebelum melangsungkan sebuah pernikahan. jika adat atau cara tidak dilakukan sebelum pernikahan, proses pernikahan tidak dapat berlangsung dengan lancar karena segala cara atau adat yang dilakukan salah satu fungsinya agar kedua belah keluarga akan lebih saling mengenal.
Adapun proses perkawinan dalam adat sumbawa yaitu:
Salah satu Motif busana khas Samawa yang biasa digunakan di acara perkawinan (Dok. Istimewa/Srinani Hidayati)
Taman Ina/Bejajag
Bajajag merupakan tahap awal yang penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah perkawinan. Seorang lelaki yang menaruh hati pada seorang gadis sebelum resmi meminang memerlukan waktu khusus untuk mengadakan semacam observasi mengenai gadis tersebut. Biasanya kerabat dekatnya (saudara perempuan atau bibi) diutus bertandang ke rumah sang gadis untuk mengadakan pendekatan sedemikian rupa sehingga segala data tentang gadis tersebut dapat diperoleh yang meliputi kepribadian, keterampilan, dsb, sudah tentu yang terpenting adalah kesungguhan sang gadis untuk berumah tangga. Biasanya data tersebut dipergunakan untuk lebih memantapkan persiapan calon memplai pria untuk segera meminang. Jika bajajag tidak dilakukan, pernikahan yang dibina kemungkinan besar tidak akan berhasil, karena observasi dilakukan untuk memastikan kemantapan calon memplai wanita untuk membina rumah tangga.
Bakatoan
Bakatoan atau meminang dilaksanakan oleh utusan dari keluarga laki-laki yang ditentukan oleh pihak keluarga laki-laki yang terdiri dari kerabat terdekat, ditambah dengan tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Sebelum prosesi Bakatoan dilaksanakan, seorang yang diutus dari pihak laki-laki mendatangi orang tua pihak perempuan untuk memberitahukan bahwa akan datang rombongan dari pihak laki-laki pada waktu tertentu yang telah disepakati oleh pihak laki-laki. Jika bakatoan tidak dilakukan, maka tidak akan adanya sebuah penikahan.
Basaputis
Biasa juga disebut Saputis Ling. Pada tahap ini segala bentuk keperluan dari kedua belah pihak untuk mendukung suksesnya perkawinan dimusyawarahkan dan dibicarakan secara tuntas. Pihak perempuan yang menurut adat menjadi pelaksana hampir seluruh upacara, pada kesempatan itu menyatakan keperluan yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yang biasanya dalam bahasa Sumbawa disebut Mako. Besar kecilnya keperluan tersebut tergantung hasil musyawarah antar keluarga perempuan. Pada saat inilah peran dukun atau sanro menonjol, seperti misalnya untuk menentukan hari baik bulan baik upacara selanjutnya. Tentu saja dengan tetap mempertimbangkan keinginan kedua belah pihak. Basaputis berhasil jika kedua belah pihak menyetujui besar kecilnya keperluan ditanggung oleh pihak laki-laki hingga keperluan mas kawin.
Bada’
Bada’ adalah pemberitahuan secara resmi kepada si gadis bahwa dia tidak lama lagi akan menikah. Petugas unutk itu biasanya ditunjuk istri tokoh-tokoh masyarakat yang disegani. Waktu yang dipilih pagi hari, dengan mengucapkan kata-kata sebagai berikut :
“Mulai ano ta, man mo mu lis tama, apa ya tu sabale sapara kauke si A anak si B”. Artinya “mulai hari ini, janganlah engkau keluar kesana kemari (berkliaran), karena engkau akan disatukan dengan si A anak si B” Setelah mendengar ucapan itu, sang gadis biasanya langsung menangis ditingkahi oleh suara rantok (alat penumbuk padi) bertalu-talu seolah-olah menjadi publikasi spontan kepada masyarakat kampung bahwa seorang gadis telah akan meninggalkan masa remajanya.
Nyorong
Nyorong merupakan sebuah upacara adat dimana pihak keluarga calon pengantin laki-laki datang dengan rombongan yang cukup besar untuk menyerahkan bawaan kepada pihak keluarga calonn pengantin wanita. Upacara ini biasanya diiringi dengan kesenian Ratib Rebana Ode. Di pihak wanita telah menanti juga dalam jumlah yang cukup besar, wakil-wakil dari pihak keluarga dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Setelah diawali dengan basa-basi dalam acara berbalas pantun, maka barang-barang bawaanpun diserahkan.
Barodak Rapancar
Untuk mempersiapkan kedua mempelai dalam menghadapi upacara selanjutnya seperti layaknya yang terjadi pada etnik lain, di Sumbawapun di kenal apa yang disebut dengan Barodak Rapancar. Dalam upacara tersebut, calon pengantin di lulur dengan ramuan tradisional yang disebut Odak. Odak dibuat dari ramuan kulit-kulit beberapa jenis pohon yang serba guna yang diproses secara khusus (ditumbuk halus). Fungsi utama odak adalah agar kulit menjadi kuning dan halus. Di samping itu, dengan ramuan daun pancar (pemerah kuku), kedua mempelai di cat kukunya (kaki maupun tangan) oleh Ina Odak, petugas khusus sebagai juru rias. Selain yang bersifat fisik, selama menjalani proses barodak, kepada mereka diajarkan pula hal-hal yang berhubungan dengan persiapan menjadi suami istri, termasuk menjaga makanan/minuman.
7. Nikah
Sebagai penganut agama Islam, bagi masyarakat Sumbawa sebenarnya inilah inti dari segala rangkaian upacara adat perkawinan. Petrugas agama dan tokoh-tokoh masyarakat yang diundang dalam upacara ikut menjadi saksi telah terjadinya ikatan perkawinan yang suci dan sangat disucikan. Kembang-kembang nikah yang ditancapkan mengelilingi sebatang pohon pisang yang diletakkan dalam sebuah bokor kuningan berisi beras dibagi-bagikan kepada hadirin.
8. Basai/resepsi
Pada upacara inilah kedua mempelai menjadi raja sehari. Publikasi kepada seluruh warga masyarakat tentang perkawinan mereka dilaksanakan sepenuhnya lewat upacara basai. Gemerincing uang logam yang diberikan oleh hadirin dalam acara barupa yang ditingkahi dengan puisi lisan tradisional (lawas) merupakan pesan-pesan moral terselubung yang sukar untuk dilupakan oleh kedua mempelai. (Rangkuman dari berbagai sumber*)
[NET/ADV/GMC]