Getty Images ©2018 GetarMerdeka.com - Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo ( Foto: Beritasatu tv )
Depok, GetarMerdeka.com - Kurang profesionalnya institusi penegakan hukum terkait kemerdekaan pers menyebabkan kekerasan dan ancaman terhadap kebebasan pers masih terjadi. Dewan Pers mencatat berbagai kasus kekerasan terhadap wartawan beberapa waktu terakhir.
Beberapa di antaranya yakni perampasan alat kerja dan pemukulan saat pesawat Toccano jatuh di Malang, penganiayaan wartawan di Medan, penganiayaan wartawan Net TV di Madiun, penyerangan wartawan Metro TV dan Kompas TV dalam meliput aksi 411, 212, 313, penyerangan ke kantor Radar Sukabumi, demonstrasi ke kantor Majalah Tempo.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menuturkan, jaminan kemerdekaan pers telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers memiliki hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
"Kebebasan pers di Indonesia terwujud saat gerakan reformasi pada 1998 pascalengsernya Presiden Soeharto. Saat itu Presiden BJ Habibie yang mensahkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tidak ada lagi kewenangan pemerintah untuk membreidel suatu media," papar Yosep Adi dalam Diskusi Publik Ancaman Terhadap Kebebasan Pers di Gedung Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Depok, Jumat (23/3).
Pasal 8 UU 40/1999 menyebutkan, dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Saat ini, kata pria yang akrab disapa Stanley ini, kekerasan tak lagi dilakukan oleh aparat atau pemerintah, tetapi oleh kelompok kelompok komunal, termasuk yang baru saja dialami oleh Radar Sukabumi dan Majalah Tempo.
Ancaman terhadap kebebasan pers, lanjut Stanley, juga datang dari ancaman pidana sejumlah Undang-undang lainnya seperti KUHP dan UU ITE, termasuk juga dari kalangan bisnis terutama pemilik media yang memaksakan liputan media sesuai kepentingan si pemilik.
Ketua Dewan Pers menuturkan, Dewan Pers turut berperan serta menyelesaikan kasus kasus pemberitaan yang bermasalah dengan melakukan mediasi dan ajudikasi terhadap kasus-kasus yang diadukan ke Dewan Pers.
"Kami juga hadir sebagai ahli dalam sidang-sidang terkait media dan wartawan. Kami juga umumkan pengaduan yang masuk dari masyarakat beserta penyelesaian yang dilakukan," tutur Yosep.
Dewan Pers juga telah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan sejumlah lembaga negara untuk menjadikan hukum pers sebagai lex specialis dalam menyelesaikan masalah terkait pers.
Berbagai upaya telah dilakukan Dewan Pers untuk menyelesaikan masalah terkait pers dengan menjalin Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kapolri pada 9 Februari 2017, MoU dengan Kejaksaan Agung, Beredarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008, MoU dengan Panglima TNI pada 9 Februari 2017, dan MoU dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).[bsc-sp/gmc]
Sumber : BeritaSatu/SP