Getty Images ©2018 GetarMerdeka.com - Bambang Brodjonegoro. ©staf humas kementerian PPN/Bapenas
Jakarta, GetarMerdeka.com - Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa penanganan masalah ketimpangan yang selama ini menjadi perhatian pemerintah mulai menunjukkan tren membaik. Indikasi tersebut dapat dilihat dari pencapaian koefisien gini yang mulai ada tanda perbaikan.
Bambang menyebut, pada tahun 2012-2014 koefisien gini berada di angka 0,413, tetapi sejak tahun 2015-2017 trennya menurun. Data tahun 2017 menunjukkan sudah lebih dekat ke angka 0,39 atau menjauh dari 0,40.
Secara konsep kalau koefisien gini 0,40 berarti tingkat ketimpangan sudah perlu diwaspadai karena berpotensi menimbulkan gejolak sosial yang tentunya tidak diinginkan.
"Namun, dengan perbaikan yang terus menerus, saat ini koefisien gini berada di 0,391 dan tentunya kita harapkan trennya terus membaik," ujar Bambang.
Sebelumnya, dalam acara Peluncuran IDF 2018 sekaligus Peluncuran Call for Papers IDF 2018 pekan lalu, Menteri Bambang mengatakan bahwa masalah ketidakmerataan dan ketimpangan bukan hanya isu untuk Indonesia saja, melainkan juga menjadi isu dunia.
Di Indonesia sendiri, selain ketimpangan antar individu, pembangunan Indonesia juga dihadapkan pada ketimpangan antar wilayah, baik antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), maupun antara daerah tertinggal dan daerah maju. Sekitar 80,15 persen kontribusi wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi nasional berasal dari Kawasan Barat Indonesia, khususnya Pulau Jawa dan Sumatera.
Sementara itu, kawasan timur Indonesia masih belum berkontribusi secara optimal terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam soal kesenjangan antar wilayah, pertanyaannya bukan bagaimana menghilangkan kesenjangan wilayah, tapi bagaimana mengurangi kesenjangan yang sebenarnya juga tidak gampang.
"Di Indonesia, pulau Jawa menyumbang 58 persen PDB, sementara luar Jawa 42 persen PDB," ujar Bambang.
Bambang menambahkan, kontribusi 58 persen PDB dari pulau Jawa terjadi sejak zaman desentralisasi. Seharusnya penerapan desentralisasi mengurangi kesenjangan, tapi ini kecenderungannya malah menaikkan kesenjangan. Untuk itu, harus ada upaya dan kerja yang lebih keras lagi untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membangun konektivitas.
Dalam konteks inilah, kata Bambang, pembangunan infrastruktur sangat diperlukan karena sejatinya infrastruktur merupakan jawaban dari konektivitas. Kalau infrastruktur tidak dibangun, ekonomi menjadi tidak efisien. Contohnya saat ini di Indonesia, rasio biaya logistik terhadap total biaya produksi masih tinggi, yaitu 30 persen.
Padahal yang ideal biaya logistik 5-7 persen dari total biaya produksi seperti yang selama ini berlangsung di negara maju. "Jadi, mau tidak mau infrastruktur seperti pelabuhan, bandara, rel kereta api, dan jalan raya, semuanya memang harus dibangun," tutur Bambang.
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah telah banyak melakukan pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia bagian timur. Beberapa pembangunan yang dilakukan di antaranya pembangunan jalan Trans Papua, jalan paralel perbatasan di Kalimantan, di Nusa Tenggara Timur, dan di Papua; pembangunan pusat-pusat pertumbuhan untuk menarik investasi, utamanya di luar Jawa serta percepatan pembangunan di wilayah-wilayah terdepan, terluar dan tertinggal yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah masing-masing.
Bambang menegaskan, pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan kemandirian daerah yang berkelanjutan di seluruh wilayah di Indonesia, melalui sinergi pembangunan di seluruh sektor yang berkualitas, transparan, akuntabel, dan inovatif. Sehingga pada gilirannya pembangunan yang berkelanjutan ini akan mengantarkan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi baru dunia pada tahun 2025.
[mdk/idr/gmc]
Sumber : merdekacom